ipdra.org – Kondisi hubungan toksik tidak hanya terjadi dalam konteks asmara tetapi juga dapat terjadi dalam hubungan orangtua dan anak. Menurut Jenny Flora Wells, pekerja sosial klinis dan terapis holistik, memiliki orangtua yang toksik dapat mempengaruhi kesehatan emosional dan mental anak. “Hal ini Mengidentifikasi menciptakan dinamika keluarga yang sangat tidak harmonis yang dapat memengaruhi anak-anak mereka sepanjang hidup,” ujarnya. Memahami ciri-ciri orangtua toksik dan dampaknya sangat penting untuk menjaga kesejahteraan emosional anak.
1. Menghindar dari Tanggung Jawab
Salah satu ciri orangtua toksik adalah ketidakmampuan mereka untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf. Menurut Sean Abraham, pekerja sosial klinis berlisensi, orangtua yang toksik sering kali enggan bertanggung jawab atas kesalahan mereka. Mereka menganggap diri mereka selalu benar dan cenderung mengalihkan kesalahan kepada anak-anak. “Mereka mungkin tidak hanya kesulitan untuk mengatakan ‘maaf’, tetapi mereka bahkan mungkin mengalihkan kesalahan kembali kepada anak,” ujarnya. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan jika orangtua menunjukkan pola ini, karena dapat mempengaruhi rasa harga diri dan kepercayaan diri anak.
2. Tidak Menghormati Batasan Anak
Selanjutnya, orangtua toksik sering kali tidak menghormati batasan anak. Wells mengungkapkan bahwa orangtua toksik merasa mereka harus mengetahui setiap aspek kehidupan anak. Mereka mengalami kesulitan besar dalam menghormati batasan atau hal-hal pribadi anak. Misalnya, mereka mungkin memaksa diri untuk terlibat dalam urusan pribadi anak, meskipun anak telah jelas menolak campur tangan mereka. Hal ini dapat menciptakan ketegangan dan perasaan tidak nyaman pada anak, sehingga mempengaruhi kualitas hubungan mereka dengan orangtua.
Baca Juga : Menyikapi Putus Cinta dengan Bijak
3. Memanipulasi Anak untuk Mendapatkan Apa yang Mereka Inginkan
Orangtua toksik sering kali menggunakan taktik manipulasi untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dari anak. Menurut Abraham, orangtua dengan kebiasaan komunikasi yang sehat akan langsung meminta apa yang mereka butuhkan dari anak. Namun, orangtua toksik cenderung menggunakan taktik seperti gaslighting, rasa bersalah, dan perlakuan diam. Taktik-taktik ini merupakan bentuk kekerasan emosional yang dapat berdampak negatif pada pengelolaan emosi anak. Sebagai solusi, orangtua sebaiknya mengkomunikasikan kebutuhan mereka secara terbuka dan jujur, sehingga menghindari manipulasi emosional.
4. Mementingkan Diri Sendiri Mengidentifikasi
Mementingkan diri sendiri dalam situasi tertentu mungkin diperlukan, namun dalam konteks orangtua toksik, keegoisan bisa menjadi masalah. Christina McWalter Granahan, pekerja sosial klinis berlisensi, menjelaskan bahwa orangtua toksik sering membandingkan beban mereka dengan yang ditanggung anak. Mereka beranggapan bahwa pengorbanan mereka jauh lebih besar dibandingkan dengan apa yang dilakukan anak. “Keegoisan ini mungkin berakar dari pengalaman masa kecil mereka sendiri. Jika kebutuhan mereka tidak terpenuhi saat tumbuh dewasa, mereka mungkin belajar untuk melakukan koreksi berlebihan dengan menjadi lebih mementingkan diri sendiri,” jelas Granahan. Akibatnya, anak merasa kurang dihargai dan terus-menerus merasa tidak cukup baik untuk orangtua mereka.
5. Menganggap Anak sebagai Orangtua Mengidentifikasi
Tanda lain dari orangtua toksik adalah ketika mereka membiarkan anak menggantikan peran orangtua. Granahan menyebutkan bahwa orangtua toksik sering kali membiarkan anak-anak mereka mengambil alih peran sebagai orangtua atau otoritas keluarga. Misalnya, anak diharapkan untuk menyiapkan bekal makan siang untuk adik-adiknya atau memberikan dukungan emosional yang tidak sesuai dengan usianya. Padahal, tanggung jawab tersebut merupakan tugas orangtua. Meminta anak untuk membantu orangtua memang wajar dan perlu, tetapi hal ini tidak seharusnya menggantikan tugas orangtua yang sebenarnya.
Mengatasi Dampak Orangtua Toksik Mengidentifikasi
Menghadapi orangtua toksik memerlukan pendekatan yang hati-hati. Anak-anak yang mengalami dampak negatif dari orangtua toksik mungkin perlu dukungan tambahan untuk menjaga kesehatan emosional mereka. Pertama, penting untuk mencari dukungan dari profesional, seperti terapis atau konselor, yang dapat membantu anak mengatasi dampak emosional dari pengalaman tersebut. Selanjutnya, orang dewasa muda yang telah mengalami orangtua toksik bisa memanfaatkan terapi untuk mengatasi luka emosional dan membangun kepercayaan diri mereka.
Selain itu, penting untuk menetapkan batasan yang sehat dalam hubungan dengan orangtua. Meskipun mungkin sulit, mengomunikasikan batasan secara tegas namun tetap penuh hormat dapat membantu mengurangi dampak negatif dari interaksi dengan orangtua toksik. Terakhir, mengembangkan jaringan dukungan dari teman, keluarga, atau kelompok pendukung juga dapat membantu anak dan dewasa muda membangun kembali rasa harga diri dan kesehatan emosional mereka.
Kesimpulan Mengidentifikasi
Orangtua toksik dapat memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan emosional dan mental anak. Memahami ciri-ciri orangtua toksik, seperti menghindar dari tanggung jawab, tidak menghormati batasan, memanipulasi anak, mementingkan diri sendiri, dan menganggap anak sebagai orangtua, adalah langkah pertama untuk mengatasi masalah ini. Dengan mencari dukungan, menetapkan batasan yang sehat, dan membangun jaringan dukungan, anak-anak dan dewasa muda dapat memitigasi dampak negatif dan memulihkan kesejahteraan emosional mereka.
Dengan memahami dan Mengidentifikasi mengatasi dinamika keluarga yang tidak sehat ini, kita dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan mendukung pertumbuhan serta kesejahteraan anak-anak
Satu pemikiran pada “Mengidentifikasi dan Menangani Orangtua Toxic”
Komentar ditutup.