Penurunan Populasi Jepang: Tantangan dan Upaya

ipdra.org – Populasi Jepang mengalami penurunan signifikan untuk tahun ke-15 berturut-turut pada 2023, dengan angka penurunan mencapai lebih dari setengah juta orang. Fenomena ini mencerminkan berbagai isu demografis dan sosial yang kompleks. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai penyebab penurunan populasi Jepang, dampaknya, serta upaya yang sedang di lakukan untuk mengatasi masalah ini.

Baca Juga : Lowongan Pekerjaan di Pegadaian hingga 30 Juni 2024

Punca Penurunan Populasi Jepang

Pertama-tama, penurunan populasi Jepang sebagian besar di sebabkan oleh penuaan penduduk dan rendahnya angka kelahiran. Mengacu pada laporan dari AP, jumlah kelahiran di Jepang mencapai rekor terendah sebesar 730.000 pada tahun lalu. Pada saat yang sama, angka kematian mencapai rekor tertinggi sebesar 1,58 juta jiwa. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan yang semakin besar antara jumlah kelahiran dan kematian.

Di samping itu, menurut data terbaru dari Kementerian Dalam Negeri Jepang, populasi Jepang pada 1 Januari 2024 tercatat sebanyak 124,9 juta jiwa. Meskipun demikian, angka ini mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan kesehatan demografis negara tersebut. Sebab, sebagian besar penduduk baru Jepang adalah penduduk asing, yang berjumlah hampir 3 persen dari total populasi. Sebagian besar penduduk asing ini berusia produktif antara 15 hingga 64 tahun, yang menjadi salah satu faktor yang sedikit memperbaiki situasi demografi Jepang.

Dampak dari Penurunan Populasi

Selanjutnya, dampak dari penurunan populasi ini sangat luas dan mendalam. Salah satu dampaknya adalah perubahan struktur demografi yang signifikan. Kini, lebih dari 30 persen dari populasi Jepang terdiri dari orang-orang berusia di atas 65 tahun. Pergeseran demografi ini menimbulkan kekhawatiran besar bagi pembuat kebijakan mengenai masa depan ekonomi Jepang, yang merupakan ekonomi terbesar kedua di Asia.

Selain itu, tingkat kesuburan Jepang yang terus menurun, mencapai rekor terendah 1,2 anak per perempuan pada tahun lalu, menunjukkan ketidakstabilan dalam hal regenerasi populasi. Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan lebih lanjut dalam jumlah tenaga kerja di masa depan, yang pada gilirannya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan daya saing negara.

Upaya Pemerintah untuk Mengatasi Krisis

Dalam menghadapi krisis demografis ini, pemerintah Jepang telah meluncurkan berbagai inisiatif. Salah satunya adalah alokasi anggaran sebesar 5,3 triliun yen (sekitar 34 miliar dollar AS) dalam anggaran 2024. Anggaran ini di rancang untuk mendanai insentif bagi pasangan muda agar memiliki lebih banyak anak. Misalnya, pemerintah berencana meningkatkan subsidi untuk pengasuhan anak dan pendidikan. Investasi ini di perkirakan akan menghabiskan 3,6 triliun yen (sekitar 23 miliar dollar AS) dari uang pajak setiap tahun selama tiga tahun ke depan.

Namun demikian, langkah-langkah tersebut sebagian besar di tujukan untuk pasangan menikah yang sudah memiliki anak atau berencana memiliki anak. Oleh karena itu, langkah ini tidak sepenuhnya menyentuh masalah mendasar, yaitu meningkatnya jumlah anak muda yang enggan menikah.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan untuk Tidak Menikah

Secara lebih spesifik, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi keputusan anak muda Jepang untuk menunda atau bahkan menghindari pernikahan. Salah satu faktor utama adalah tekanan biaya hidup yang tinggi. Banyak anak muda merasa tertekan oleh prospek pekerjaan yang tidak menjanjikan dan biaya hidup yang semakin tinggi, yang sering kali tidak di sertai dengan peningkatan gaji.

Selain itu, budaya perusahaan yang bias gender juga menjadi faktor yang signifikan. Banyak perempuan merasa terbebani oleh tuntutan yang tidak seimbang antara pekerjaan dan tanggung jawab rumah tangga. Hal ini menyebabkan mereka ragu untuk menikah atau memiliki anak, mengingat tantangan ganda yang harus mereka hadapi.

Prospek Masa Depan Populasi Jepang

Melihat ke depan, populasi Jepang di proyeksikan akan terus menurun secara signifikan. Di perkirakan, pada tahun 2070, populasi Jepang akan turun sekitar 30 persen menjadi 87 juta jiwa. Pada saat itu, empat dari setiap sepuluh orang akan berusia 65 tahun atau lebih. Proyeksi ini menandakan bahwa Jepang akan menghadapi tantangan demografis yang semakin berat di masa depan.

Dengan segala upaya yang sedang di lakukan, penting untuk terus memantau perkembangan dan efektivitas kebijakan yang di terapkan. Seiring dengan upaya untuk meningkatkan angka kelahiran, perlu juga ada pendekatan yang lebih holistik untuk mengatasi masalah-masalah sosial dan ekonomi yang mendasarinya.

Secara keseluruhan, penurunan populasi Jepang adalah masalah yang kompleks dan membutuhkan solusi multifaset. Dengan demikian, penanganan masalah ini memerlukan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat umum untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan populasi di masa depan.